Kamis, Oktober 31, 2019

Keyboard Biru (3)

Photo by Nhu Nguyen on Unsplash
(3)
Karena belum lengkapnya fitur yang ditawarkan, oleh sebab itu, tebersit dalam hati ingin membeli handphone yang terbaru. Dengan ukuran yang lebih tipis, agar semakin mudah untuk dibawa kemanapun. Tetapi, mengingat kembali tentang dua pilihan yang diberikan oleh orang tua. Tidak sepatutnya untuk dibantah. Karena memang untuk kebaikan. Maka hanya boleh memilih salah satu dari hal tersebut.

Dan yang pilihan kedua, mengenai penggunaannya untuk kegiatan belajar. Setelah lulus dari sekolah menengah pertama, segera melanjutkan tingkatan yang berada lebih tinggi di atasnya. Kelas-kpelas dibedakan melalui beberapa jurusan. Seperti teknik komputer dan jaringan, teknik gambar bangunan, budidaya perikanan, mesin otomotif, mesin produksi dan teknik konstruksi kayu.

Sebuah sekolah negeri menengah kejuruan. Yang lebih banyak diminati oleh anak laki-laki. Dan Uci, memilih jurusan teknik komputer dan jaringan. Untuk di kelas ini lumayan banyak murid perempuan. Untuk menunjang kegiatan belajar, butuh laptop sebagai bahan praktek keseharian. Bahkan sewaktu baru memulai belajar, sudah dihadapkan dengan tugas-tugas.

Jika memiliki laptop, maka tidak perlu repot-repot pergi ke warung internet (warnet) untuk mengerjakan tugas, selalu diketik kemudian dicetak. Biasanya perlu waktu lama untuk menyelesaikannya, memilih dengan benar, materi-materi yang sesuai dengan persyaratan pengerjaan. Menyusun jarak spasi antar kalimat agar rapih terlihat. Lumayan menyita waktu proses penyelesaiannya.

Tidak lupa untuk melengkapi dengan gambar-gambar, agar semakin jelas dengan materi yang dikerjakan. Dan ke depannya juga akan semakin banyak tugas-tugas  yang lain. Oleh sebab itu, perlu adanya laptop. Dan saat itu, Alhamdulillah sedang ada rezeki cukup untuk membeli keperluan. Namun, hanya boleh memilih satu, diantara dua pilihan itu.

Fitur yang dimiliki laptop, jauh lebih lengkap dari handphone. Bisa memutar musik, menggambar desain-desain animasi, berkirim pesan juga bisa (e-mail), ada kamera yang bisa berfoto dan merekam video. Tersedia CD-ROM untuk memainkan film kesukaan, melalui file yang tersimpan dalam disc tersebut.

Bersambung........

Keyboard Biru (2)



Photo by Nhu Nguyen on Unsplash
(2)
Suatu ketika pernah, ada peristiwa yang tidak pupus dari ingatan. Saat sedang mengobrol, sambil menyantap buah jambu yang dibawa oleh salah seorang teman, niatan ingin berfoto sebagai kenang-kenangan. Karena pada saat itu berada di penghujung akhir sekolah menengah pertama. Mendekati kelulusan. Namun, ada yang aneh.

Gambar itu diambil bersebelahan dengan seorang teman. Di sebaris itu hanya ada dua orang. Namun, penglihatan ganjil terjadi. Dilihat dengan seksama dan penuh perhatian. Aneh. Benar-benar aneh.

“Woy teman-teman, lihat ini potonya, kenapa bisa jadi begini ya?”,sambil menyodorkan handphone yang sedang dipegang.

“Maksudnya? Aneh kenapa?”, tanya seorang teman keheranan.

“Tadi fotonya berdua, ini hasilnya bertiga”.

Seketika keadaan langsung menjadi hening. Situasi ramai dengan suara obrolan, mendadak menjadi diam. Masing-masing saling melihat sekeliling. Memastikan, bahwa yang berada di ruangan kelas itu hanya ada mereka. Tidak lebih dan tidak kurang. Namun, kenapa difoto itu bisa bertambah jumlahnya.

“Yaudah, itu fotonya dihapus aja Uci”.

“Iya ini, ku hapusaja ya, jadinya serem gini”.

Lancar jari mencari menu pilihan untuk menghapus foto tersebut. Membuat jantung berdebar, karena tebersit rasa takut dengan keanehan yang baru saja terjadi. Kembali menyantap buah jambu, namun pikiran cemas dan penasaran masih menggelayut dalam pikiran. Atmosfir dalam ruangan kelas itu pun turut menjadi tidak karuan. Tidak ingin terulang kembali, segera Uci dan teman-temannya  keluar dari tempat itu. Menuju lapangan olahraga, di sana lebih banyak murid-murid sedang berkumpul.

Sejumput kenangan di penghujung kelulusan sekolah menengah pertama. Berkesan hingga kini. Terdapat kenangan dari sebuah benda kecil, yang disebut handphone itu. Karena belum memiliki spesifikasi untuk memutar musik, maka dulu, mendengarkan radio adalah kegiatan setiap hari yang dilakukan. Bahkan sampai hapal dengan waktu-waktu dimana, lagu-lagu dari band favorit didendangkan. Juga dulu pernah "request", dan tidak lupa untuk mengucapkan salam-salam khas, kepada seluruh para pendengar.

Layaknya gelap malam
Yang indah karna bintang
Layaknya sang penyair
Yang elok karna puisi

Bagiku kau bintang
Selayak puisi
Tetaplah di sini peri kecil ku

Bagiku kau bintang
Selayak puisi


Temani aku selamanya
Selamanya

Sambil mendengarkan lagu, melatih diri menyusun kata-kata. Bait demi bait, bisa menggantikan ucap yang terbungkam. Tidak mengenal majas apapun saat itu, hanya tahu, bahwa dari sajak yang telah dibuat. Ada kalimat-kalimat indah yang bisa menyentuh hati.

Bersambung......

Keyboard Biru (1)

Photo by Nhu Nguyen on Unsplash
(1)
Ditentukan oleh dua buah pilihan. Hanya boleh memilih satu diantaranya. Mencetak bimbang dengan jelasnya. Mata menanar, hati ingin keduanya. Tapi, terlalu tamak untuk memiliki keseluruhan. Egois jika berhasrat seperti itu. Tapi, keinginan tetap berseteru. Memburu rasa untuk segera terpuaskan, masih buta untuk menetapkan.

Situasi yang membuat pusing kepala. Jika dituruti, semuanya hendak dilakukan. Apalagi selalu melihat orang-orang sekitar menggunakannya. Sudah berandai-andai, suatu hari nanti ingin mengantongi benda itu. Membawanya ke sana dan ke sini. Bisa berjalan sambil menggenggamnya, suatu alat yang cukup canggih dimasanya, juga dapat dibawa kemanapun, dimanapun. Terpenting ada daya yang cukup untuk menyalakannya.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan benda itu. Berfoto, berkirim pesan singkat, menelepon. Yang paling disuka ialah, bisa mendengarkan radio. Alunan lagu-lagu favorit merupakan asupan energi pemberi semangat, untuk melewati hari-hari. Ada satu grup band kesukaan, yang  tidak pernah ketinggalan untuk didengar.

Kata-kata yang terkias di dalamnya, menggambarkan perumpamaan yang luas. Selalu kagum dengan lirik-lirik lagu, bermakna, mewakilkan isi kepala. Dan jika sulit untuk bicara, maka kata yang akan tertulis. Bersajak, hanyut dalam untaiannya. Huruf demi huruf, tergores manis dari ujung pena. Indah terukir, lembut terucap.

Benda kecil namun, memiliki banyak fungsi. Bisa saling berkomunikasi, jika ada pulsa terisi. Begitulah cara kerjanya. Dengan fitur-fitur tersebut, menjadi canggih dimasanya, dan tentu saja banyak peminatnya. Berbondong-bondong orang-orang ingin memiliki itu. Berbagai merek, saling menunjukkan kelebihan. Dan harga yang menjadi teman untuk saling bersinggungan.

Istilah yang terlontar ialah, tidak gaul jika belum memiliki itu. Handphone sebuah perangkat yang mulai menarik perhatian. Menjadi kebutuhan sekunder dikala itu. Memang belum merata, namun, sudah cukup banyak yang punya. Terutama untuk anak yang baru menginjak remaja, dimana rasa untuk mengikuti perkembangan zaman sangat menggebu-gebu.

Teman-teman sebaya, terlihat membawa handphone kemanapun beranjak. Sebenarnya ada, dan juga sudah punya. Tapi keinginan belum terpuaskan. Ingin memiliki yang terbaru. Milik yang lama belum bisa mendengarkan musik. Hanya dapat memutar radio. Namun, bisa berfoto dengan kamera yang hanya berspesifikasi rendah. Mengambil gambar seadanya.

Tapi cukup manis penampilannya. Dengan warna kesukaan, yaitu biru. Bukan pekat seperti laut, sedikit lebih terang, menyerupai  langit. Ada aksesoris tambahan, tergantung di bagian tepi. Layar memanjang tidak lebih dari sepanjang jari kelingking. Lumayan ramping, pas jika dimasukkan ke dalam saku. Tapi, handphone pada saat itu, sudah pasti tebal ukurannya.

Bersambung........

Di Akhir Pertemuan

Photo by Ian Schneider on Unsplash
Kaki melangkahkan ke satu tujuan. Memusatkan perhatian, tertuju dan tak berpaling. Seluruh bumantara menjadi saksi ketika niat sudah terucap dalam hati. Terpatri dengan kuat, erat mengikat, agar tak mudah goyah bahkan jangan sampai terlepas. Apapun yang ditemui saat perjalanan nanti.

Proses pun dimulai. Meniti satu demi satu tahapan yang telah direncanakan. Menggebu-gebu saat permulaan. Mencoba segala sesuatu hal yang berhubungan dengan perencanaan. Mulai berangan-angan, keinginan akan mudah didapatkan. Kelak menjadi orang yang memiliki prestasi dan kebanggaan lainnya.

Namun, yang terjadi di dunia nyata tidak seindah hayalan. Satu persatu segala macam hal yang membuat halangan dan rintangan, dan menjadi beban pikiran pun bermunculan. Menyerah? Merupakan kata dan hasrat yang selalu mampir dengan rutin untuk singgah. Terutama disaat-saat sedang terpuruk. Situasi dan kondisi tidak mendukung untuk terus melaju.

Bahkan, seperti ada magnet yang menarik dengan kuat. Untuk selalu berdiam diri di tempat. Menghempas mimpi-mimpi yang telah disusun rapih. Membenam ke dalam rasa kemalasan yang kelam. Sempat tebersit untuk tidak meneruskan sama sekali. Berhenti merajut benang-benang angan, hingga tertusuk jarum hayalan.

Akan tetapi, cahaya sedikit demi sedikit berpendar. Sorot pandangan yang membias temaram, mulai tampak berpijar. Ketika ada niat maka ada jalan, begitulah kiranya pepatah yang sering terdengar. Terlalu lama memendam mimpi yang nyaris sirna. Kini telah bertemu dengan orang-orang yang sepaham, dan memiliki tujuan yang sama.

Kembali mengurai benang-benang kusut. Sungguh carut-marut. Perlahan-lahan, meluruskan sulamannya. Berada di lingkungan yang  sangat mendukung untuk sebuah kemajuan.  Perubahan pun dirasakan. Tadinya tidak tahu, menjadi tahu. Rasa acuh menjadi candu. Selalu tertagih untuk mempelajari hal-hal baru.

Pertemuan yang sangat menyenangkan. Ada sebuah lagu yang mengena di hati

Jalan ku hampa
Dan ku sentuh dia

Terasa hangat

Oh di dalam hati
Di ruang rindu
Kita bertemu

Perjumpaan kali ini bukan di ruang rindu. Namun, sebuah grup. Yang berisikan orang-orang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing. Saling bertukar informasi, memberikan dukungan, membantu dengan senang hati. Sungguh beruntung bertemu mereka. Bercerita banyak hal, tapi yang pasti materi menjadi penulis yang baik dan benar adalah pusat konsentrasi. Bernanung dalam satu perkumpulan, Tim Sapporo.



Sepekan lalu telah dilalui, sebulan telah dilewati. Kisah-kisah banyak terjadi. Mengharu biru. Bertemu, maka ada berpisah. Beberapa pergi meninggalkan, dan yang lain tetap berjalan melanjutkan. Saling menguatkan, agar tetap bersama dalam jalur pendakian. Kini, hampir mendekati puncak. Tinggal beberapa langkah lagi. Tersisa beberapa hari lagi.

Sudah berada di pekan ke delapan. Iya, ini tahap terakhir yang harus dijalani. Sedang berproses menyiapkan ujian akhir. Cukup menguras tenaga untuk menyelesaikannya, tapi ada hikmah dibaliknya. Bisa mengenal lebih banyak lagi peserta yang terlibat.

Pertemuan di grup ini, bukan hanya sekedar ruang berkomunikasi. Tapi adanya silahturahmi dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda. Berbagai macam karakter berkumpul, seluruh daerah di Nusantara menyatu. Jika pun berakhir, dan pasti akan berakhir. Namun, bukanlah perjumpaan yang hanya sekedar berkenalan. Bukan juga untuk mengisi chat yang hampa.

Tetapi, melalui grup ini. Telah membangkitkan semangat, mengingat kembali mimpi yang telah dilupakan. Telah menunjukkan bahwa luasnya dunia menulis, mempelajarinya tidak akan pernah habis. Terpenting dalam perjalanan ini, sudah berhasil menemukan jati diri.

Berakhirnya grup ini, bukanlah akhir dari perjalanan. Justru ini merupakan awal untuk kembali melanjutkan mimpi yang telah lama tertunda. Namun, terimakasih kepada seluruh teman-teman yang sudah banyak membantu. Hanya Allah Subhana wa Ta’ala yang dapat membalas. Semoga selalu dilindungi oleh-Nya, dirahmati dan selalu diberi petunjuk agar selalu memiliki ide-ide yang luar biasa untuk menulis. Aamiin.

Teruntuk Tim Sapporo

Teperdaya rasa untuk lupa
Rengkah raga dan cita bersama
Serentak mengumpulkan rasa kikuk
Malas pun turut meringkuk

Terhalang keraguan
Terhimpit kabut melenakan
Terjatuh dan terjebak
Hilang tak bertujuan

Samar-samar tapak-tapak terlihat
Mengikutinya
Menuju batas ruang dan waktu
Laung terdengar dan menyeru

Masuk ke dalam dimensi berbeda
Berbagai rupa berjumpa
Menyatu dengan asa yang sama

Ramai menyambut bersuka cita
Bak kawan lama yang baru bersua

Daun-daun tak lagi mengering
Ilalangtak lagi gersang

Kopi pahit tersaji
Namun manis dirasa dengan tawa
Mendendangkan angan bersama
Alunan seruling mengantarkan mimpi yang terlupakan

Gemulai jari melukis lagi
Lukisan mencandu dan menagih
Mencetak gemintang dengan jelas
Di angkasa yang luas

Tidak ada diksi yang bisa menggantikan
Tidak ada prosa yang bisa dapat menggambarkan
Deras tercurah kebahagiaan

Kelak bisa berjumpa lagi
Walau telah berganti ruang
Namun akan tetap dikenang

Sampai saat ini dan seterusnya akan terus melanjutkan perjalanan mengerjar mimpi. Proses tidak akan pernah berhenti. Masih banyak yang harus dipelajari. Tulisan ini dibuat untuk saling mengingatkan. Apapun yang sedang diusahakan, maka teruslah lanjutkan. Ketika sudah berusaha dan berdo’a, namun menemui titik buntu. Percayalah, akan ada orang-orang baik yang akan menuntun untuk memberi petunjuk arah.

Ketika sudah berniat, maka semesta akan mendukung. Sebagai perwujudan dari upaya dan do’a yang telah terkabulkan. Tidak ada yang sia-sia, tergantung darimana sudut pandang melihatnya.

Minggu, Oktober 27, 2019

Telur Dadar

Photo by Igor Miske on Unsplash
Sayup-sayup membuka mata yang masih terpejam. Membangunkan raga yang masih lekat dengan rasa kantuk yang pekat. Bangkit dari selembar kasur, meninggalkan jejak-jejak mimpi yang tersulam indah semalam. Bercorak penuh tawa, di bawah rintikan hujan berlari-lari, ke sana dan ke sini. Ramai bersama teman-teman, menikmati air yang jatuh dengan derasnya. 

Rasa yang selalu dipendam. Terlalu berhasrat hingga terbawa ke alam mimpi. Ucapan penuh kasih sayang selalu melarang. Bermandikan hujan akan sakit, menurutnya. Seorang ibu yang pasti dan selalu peduli dengan anak-anaknya. Terutama si bungsu. Yang kini duduk di bangku sekolah dasar. Karena abang dan kakaknya beranjak remaja, kini, hanya ia selalu menjadi pusat perhatian.

“Uci, ayok bangun udah pagi. Siap-siap sholat subuh, dan berangkat ke sekolah”, suara lembut yang akan selalu dirindukan, berusaha untuk membangunkan. “Iya Ummi”. Bergegas melangkah mengambil handuk yang menggantung di pintu kamar, segera mandi membersihkan dan mensucikan diri dengan wudhu. Dua rakaat saat subuh, dengan niat bertawakal. Memanjatkan do'a agar orang-orang yang disayangi selalu diberkahi. Agar kelak bisa berkumpul kembali di surga dengan keluarga tercinta. Ayah, Ummi, kakak, abang dan Uci.

Suara sudip beradu dengan penggorengan. Gemercik minyak panas, saling bersahutan. Ayam berkokok turut serta meramaikan, suara khas dipagi hari. Seorang ibu yang sibuk menyiapkan sarapan. Kegiatan rutin yang selalu dikerjakan. Mengeluh? Tentu tidak. Pekerjaan yang setiap hari selalu dilaksanakan, tanpa ada libur, tanpa ada penghasilan yang tidak tetap. Tidak seperti karyawan pada umumnya. Menjadi ibu rumah tangga, sungguh melelahkan. Sepanjang hidup akan berkutat dengan urusan rumah. Namun, akan mendapatkan gaji yang tak terhingga, yaitu pahala yang berlipat ganda.

Semilir angin mengantarkan aroma harum dari dapur, sungguh tak asing dengan wangi yang menghampiri. Penciuman terasa kenal dengan olahan bumbu kesukaan. Dengan tergesa-gesa memakai seragam sekolah. Kemeja dikancing dengan cepat-cepat, rok panjang hijau segera dipakai, tak lupa juga untuk mengenakan kerudung.

Si bungsu menuntut ilmu di sekolah swasta. Sekolah yang lokasinya tidak jauh dari rumah, masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Cukup dengan sepuluh menit, bisa dilalui. Biasanya berangkat dengan adik sepupunya. Seragam sudah rapih dikenakan. Tanpa dasi yang menggantung di leher. Karena memang bukan peraturan yang tertera untuk mengenakan benda tersebut.

Memasukkan satu persatu buku-buku pelajaran yang tadi malam telah selesai dibaca. Tak luput pekerjaan rumah yang menjadi amanah dari ibu guru juga sudah diselesaikan. Melihat-lihat daftar pelajaran hari ini, yang tertempel di dinding dengan selotip menguning di setiap ujung kertasnya. Memilih-milih mana yang harus dibawa serta dalam tas, dan mana yang harus di tinggal.

Hari ini ada jadwal pelajaran olahraga. Harus membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Baju kaos panjang, seragam yang diberikan dari sekolah, wajib untuk dimasukkan ke dalam tas. Turut bergabung dengan tumpukan buku-buku yang sudah memenuhi sedari tadi. “Hari ini banyak kali bawaannya, pasti berat”, gumam si bungsu.

Ketika membuka pintu kamar, aroma itu semakin menyeruak. Makanan kesukaan yang selalu dipinta setiap pagi untuk dihidangkan. Tidak pernah bosan untuk menyantapnya, kapan pun dan dimana pun. Pasti akan sangat semangat melahapnya. Irisan bawang merah dan putih akur dalam adonan, bercampur dengan sedikit garam menambah cita rasa yang tiada tara. Bahkan koki ternama pun tidak akan sanggup menyamai.

Masakan seorang ibu yang tulus. Tanpa pamrih, disajikan dengan penuh rasa kasih. Si bungsu segera menuju dapur, dan duduk di kursi menghadap meja yang telah tersedia sepiring nasi, beserta telur dadar juga segelas susu yang masih hangat. Sungguh menggugah selera, rasa lapar langsung menghampiri. Ingin segera menikmati.

“Hari ini Ummi masak telur dadar kesukaan Uci, di abisin yaa. Jangan lupa susunya juga diminum, mumpung masih hangat”.

“Iya Ummi, pasti Uci abisin. Kan ini kesukaan aku. Telur dadarnya dibawa ke sekolah juga ya Ummi, untuk bekal makanan”.

“Iya, nanti Ummi siapin untuk bekal ke sekolah, biar belajarnya makin semangat”.

Senyum ceria terlukis indah di wajah si bungsu, makanan kesukaan mengawali hari, menambah rasa giat menuntut ilmu, meraih cita-cita.

Sepatu

Photo by Paco S on Unsplash
Mulai lusuh tergerus masa
Hitam pekat menjadi abu-abu
Penuh debu disetiap sudut yang ditemu

Tali-tali berbaris memenuhi lubang di tepian

Tersimpul rapih
Langkah beranjak, meninggalkan jejak-jejak

Hitam legam menjadi kusam

Hanya satu yang dipunya
Hanya satu tersedia

Jari-jari menekuk

Terbungkus rapat
Menyelimuti kaki dengan erat

Rupiah demi rupiah dikumpul

Rasa ingin mengganti yang baru sudah penuh terkumpul
Semoga segera terlaksana
Semoga sepatu baru lekas dipunya

Jumat, Oktober 25, 2019

Filosofi Pohon

Photo by PaweÅ‚ CzerwiÅ„ski on Unsplash
Sebuah tanaman umbi-umbian, hidup dan berkembang di dalam tanah. Tanpa pernah meminta berganti posisi dengan daun, yang tinggal di atasnya. Tumbuh subur dalam kumpulan lahan bergembur. Rumput-rumput liar bukanlah benalu, justru menjadi teman bercengkrama di sepetak tanah berbedeng. 

Hujan dan pupuk turut serta tumbuh kembangnya. Banyak yang bilang,tak sulit menanam dan merawatnya hanya butuh perhatian secukupnya. Seiring pergantian hari, tunas memanjang ke atas. Batang beruas dan daun menjari. Jika sudah masanya, siap untuk memanen. Tanah yang selama ini menjadi tempat pendiaman, terpisah dengan tanaman yang dulu tumbuh menyatu.

Akar bertumbuh menjadi umbi unggul. Mulai dari atas hingga ke bawah, semua bisa dimanfaatkan. Daunnya bisa menjadi berbagai macam bentuk makanan. Digulai, ditumis, atau diolah sederhana menjadi lalapan. Batang tak akan dibuang percuma, dapat ditanam kembali dan menjadi tunas baru. 

Umbi yang tumbuh di dalam tanah, juga memiliki segudang manfaat. Kaya akan karbohidrat, dapat dijadikan santapan. Sederhana dengan hanya cara direbus, tanpa dicampur dengan berbagai macam bumbu. Namun sedap untuk dinikmati. 


Singkong namanya, pohon yang tumbuh dengan kesederhanaan. Tak perlu kemewahan dalam fisiknya, tak perlu banyak perawatan dalam pertumbuhannya. Justru kemandirian yang selalu ditunjukkan. Namun, memberi berbagai kemanfaatan.

Kamis, Oktober 24, 2019

Tetap Tersenyum

Photo by freestocks.org on Unsplash
Kemarin berbincang-bincang dengan seorang teman. Dalam hidupnya memiliki banyak sekali pengalaman. Ketika sedang mendengarkan kisahnya, pasti akan berdecak kagum. Darinya belajar tentang menghadapi kerasnya lika-liku kehidupan.

Mampu melewati segala cobaan. Dari kisah percintaan yang mematahkan jiwa. Sulitnya menyelesaikan skripsi di masa-masa kuliah. Yang paling membuat takjub, ia bisa memaafkan kesalahan. Berlapang dada, bahkan bersikap biasa seperti tak terjadi apa-apa.

Walaupun aku tahu, ia sangat rapuh. Terkadang senyum bisa menutupi tangis yang terisak. Hanya menyisakan air mata basah, membias di wajah. Banyak yang akan menyerah jika menjadi dirinya. Namun, hingga kini ia masih terlihat sekeras batu yang kokoh berdiri menerjang ombak.

Ketika ia sedang berkisah. Tentang banyak jalan persimpangan yang harus dilaluinya. Jalan terjal tak beraspal, sabar menghadapi cobaan. Ia terlihat baik-baik saja, di depan kami teman-temannya. Walaupun sebenarnya sangat pilu.

Kuncinya hanya satu, selalu mengingat-Nya. Begitulah katanya. Sangat bersyukur bertemu dengan orang-orang hebat. Yang bijak menghadapi segala tantangan dalam kehidupan, menambah energi positif dalam diri.

Memilah dan Memilih

Photo by Jon Tyson on Unsplash
Dalam hidup ada banyak pilihan, menahan atau meluapkan. Mengingat atau melupakan. Memaafkan atau membenci. Pola pikir yang mempengaruhi, saat-saat pengambilan sebuah keputusan. Untuk masa depan yang tenang dalam melaluinya. Ada baiknya, bahkan sudah seharusnya sebelum melangkah, mencerna dengan seksama, hal-hal yang bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Kerap kali orang-orang menyesal dengan yang terjadi saat ini. Bahkan sebenarnya, hal itu bisa terjadi karena keputusan yang diambil pada masa lalu. Sebab dan akibat. Semuanya saling terhubung, menyatu dan melekat.

Tidak dipisah, bahkan tak kuasa untuk memisah. Maka, tak perlu disesali yang sudah terjadi. Ambil hikmahnya, petik pelajarannya. Ada pengalaman yang dapat dijadikan pedoman untuk melangkah ke depan. Semua hal sudah menjadi kuasa-Nya, menerima takdir dengan lapang hati. Namun, bukan berarti sedari awal berpasrah diri. Ingat, selalu ada pilihan. Ingin menjejakkan kaki yang mana terlebih dahulu, kanan atau kiri. Maju ke depan atau mundur ke belakang. Bahkan, jika hanya mau diam di tempat.

Pilih-pilih dalam kehidupan. Memilah, mana yang akan dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. Jika tersakiti, pilihan terbaik ialah tidak meneruskan perbuatan itu. Dengan tidak turut menyakiti kembali. Kendalikan diri, agar tidak terjebak dalam hal-hal yang merugi. Apalagi sampai menyimpan dendam hingga menyesakkan.

Pikiran kusut akan selalu menjelma, dan datang menyulitkan.  Mengganggu hari yang menyenangkan, cuaca cerah akan teras kelabu. Tertekuk tungkuk, wajah mengkerut, menghela nafas sepanjang waktu. Pilihlah untuk segera meninggalkan hal itu.

Tergores hati dengan banyak tingkah yang menyebalkan. Sulit menahan diri dari rasa membenci. Atau sedih yang berkepanjangan. Selalu dirundung tangisan, kecewa yang tak pernah padam. Walau seiring waktu berlalu, tak kunjung lepas, terus membekas.Memaku ke dalam sukma terdalam. Perih yang tak tertahankan.

Fitrahnya manusia untuk merasakan. Namun, kembali lagi pada pilihan. Memaafkan atau menghimpun amarah hingga sedalam lautan. Itulah hati, setipis kaca, seluas jagat raya, atau sekeras besi yang tak bisa dibengkokkan.

Ingin terus terperangkap dalam pikiran yang menyiksa, atau segera melupakan. Walaupun sulit, tapi pasti bisa untuk dilakukan. Nikmati setiap proses yang dijalani. Dalam proses memaafkan itu, akan banyak hal-hal baru yang akan ditemu. Jika terjatuh bangkit kembali, langkah kaki tertatih lebih baik daripada terhenti.

Jika diri yang menyakiti hati lain. Pintalah maaf. Secara sadar atau tidak. Sengaja atau tidak. Terlihat luka sudah menganga. Pedih yang tak terkira. Obati dengan penyesalan, balut dengan tindakan yang menyenangkan. Segala perbuatan akan berdampak pada diri sendiri dan orang lain. Bijak dalam bertindak maupun berkata.

Tinggal di bumi ini tidak hanya diri seorang. Banyak manusia dan makhluk hidup lain, beratapkan langit yang sama, berpijak di tanah yang sama.Tersadar akan sebuah pilihan, lebih baik memilih untuk memberi kebahagiaan. Menebarkan kebaikan jauh lebih indah untuk dilakukan. Meminta maaf suatu wujud bentuk kesadaran, bahwa sudah melakukan kesalahan.

Tetap ada sebuah pilihan dalam genggaman. Jika tersakitilebih baik memilih untuk tidak lanjut menyakiti. Dan yang lebih dahulu menyakiti, pilih untuk berhenti. Tidak ada manfaatnya jika terus mengulang hal yang sama.

Dalam hidup ada dua pilihan. Memilih menjadi orang baik, atau menjadi lebih baik. Dua puluh empat jam sehari, mari selalu diisi dengan kesabaran dan keikhlasan. Berusahalah untuk memaafkan yang menyakitkan, hentikan tindakan yang merugikan. Nikmati setiap proses yang terjadi, mudah atau pun sulit. Itulah hidup, tersedia beribu-ribu pilihan. Pilihlah jalan yang dapat mengantarkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selasa, Oktober 22, 2019

Pertama Kali

Photo by Josh Appel on Unsplash
Punya penghasilan sendiri, rasanya menyenangkan. Bisa membeli barang-barang yang sesuai diinginkan. Berapapun banyaknya, selagi halal yang didapat, pasti bangga. 

Sewaktu masih sekolah, saya mencoba memanfaatkan perlengkapan yang ada di rumah, untuk menambah uang jajan. Dengan bermodalkan laptop dan alat pencetak kertas, saya memulai membuka usaha kecil-kecilan. Sebagai pelengkap, saya membeli modem bekas, milik teman abang saya.

Awalnya hanya sebatas membantu mengerjakan tugas-tugas milik sepupu saya. Mereka terlihat repot, jika harus pergi ke warnet yang jaraknya lumayan jauh dari komplek perumahan kami. Saat itu perkembangan internet mulai banyak digunakan oleh orang-orang. 

Anak-anak sekolah sering mendapat tugas yang mengharuskan mencari materinya melalui internet, lalu dicetak dan dijadikan kliping. Nah, ini merupakan peluang bagi saya. Awalnya, kedua orang tua membelikan laptop dan alat pencetak kertas untuk memudahkan dalam kegiatan belajar.

Namun, hal ini tidak ingin saya sia-siakan. Menjadi kesempatan untuk mendapatkan uang jajan tambahan. Seiring berjalannya waktu, bukan hanya saudara-saudara saya, tetapi para tetangga juga mulai berdatangan.

Upah yang saya terima tidak banyak. Yang penting cukup untuk membeli tinta printer dan stok kertas jika sudah habis. Sisanya saya tabung, jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk memperbaiki cartridge yang bisa rusak. Dan selebihnya, bisa digunakan untuk jajan.

Sewaktu pertama kali menerima upah dari usaha kecil-kecilan ini, rasanya sangat senang. Bisa punya penghasilan dari hasil keringat sendiri. Masih jelas teringat, saat menerimanya sambil tersenyum-senyum. Hal yang pertama dibelikan yaitu, gorengan di kantin sekolah.

Bahkan, dari hasil usaha kecil-kecilan ini, beberapa hari saya tidak minta uang saku sama sekali dari orang tua. Hal ini mengajarkan kemandirian. Selain bisa mendapat penghasilan, juga bisa membantu orang-orang di sekitar.

Waktu Berlalu

Photo by Aron Visuals on Unsplash
Detik berdetak menjadi menit, hari menjadi minggu, lalu sebulan tak terasa akan ditemu. Waktu sibuk berlalu, akan rugi dirasa, jika tak berbuat apa-apa. Waktu terlewati begitu saja. Terkulai lemas tak berdaya, jika waktu sudah berjalan meninggalkan.

Manfaatkanlah waktu dengan sebaik-sebaiknya. Ibaratkan pedang, yang bisa menghunus kapan saja, jika melalaikannya. Karena waktu tidak akan bisa diputar kembali, juga tidak bisa dipercepat. Jika sebuah kesalahan dilakukan dimasa lalu, maka tidak perlu disesali, apalagi hingga terus-menerus ditangisi.

Namun, kesalahan-kesalahan tersebut, lebih baik diperbaiki agar tidak terulang lagi dimasa depan. Kita hidup dimasa kini. Tidak perlu mengkhawatirkan mengenai hal-hal yang belum terjadi. Semua sudah diatur oleh Allah Subhana Wa Ta’Ala. Rezeki, kematian, jodoh. Akan tiba jika sudah masanya.

Sebagai fitrahnya, manusia memang memiliki rasa takut, cemas, khawatir. Rasa resah, terkadang menghampiri, yang baru lulus sekolah, bingung harus melanjutkan kuliah atau tidak. Karena terbentur masalah biaya. Nah, yang sudah lulus kuliah, sibuk memikirkan nantinya mendapatkan pekerjaan atau tidak.

Namun, juga tidak boleh terlalu santai dalam menghadapi masa depan. Itu namanya menyia-nyiakan waktu. Intinya, lakukan semua hal sesuai porsinya. Sejak kini, pikirkan cita-cita apa yang nanti ingin diraih, pekerjaan apa yang ingin dilakukan.

Lakukan dengan bersungguh-sungguh dan sekuat tenaga. Mulai untuk menulis rencana, atau tahapan dalam mewujudkan keinginan. Seimbangkan, antara kerja dan do’a. Serahkan semuanya kepada-Nya. Jika hasil tidak sesuai yang diharapkan, tak apa. Yang terpenting waktu tidak terbuang sia-sia, sudah memanfaatkannya untuk membuat mimpi menjadi nyata.

Minggu, Oktober 20, 2019

Melalak Ke Pantai Datuk

Hari ini, saya ingin berbagi pengalaman liburan. Sebenarnya ini perjalanan setahun yang lalu. Tepatnya, saat liburan Hari Raya Idul Fitri.


Saya beserta keluarga, menghabiskan waktu liburan ke salah satu tempat wisata, yang lumayan jauh dari tempat kami tinggal. Butuh waktu 3 jam untuk menuju ke tempat wisata itu. Kami melalak(berjalan-jalan; bepergian) ke Wisata Pantai Alam Datuk. Tiket masuknya sangat murah, yaitu Rp 15.000 perorang. Lokasi wisata ini, dapat ditempuh dengan sepeda motor. Akan tetapi, siap-siap pinggang dan tangan akan pegal. Karena terlalu lama berkendara.

Karena saya mengalami hal tersebut. Saat berkunjung ke sana beserta keluarga, kami menggunakan sepeda motor. Nah, rasanya itu, benar-benar menguras energi. Apalagi jalan yang dilewati, tidak seluruhnya mulus. Terkadang ada yang berlubang atau tidak beraspal sama sekali. Ketika turun hujan, tanah yang gembur akan sangat licin.

Maka, sebaiknya hindari perjalanan disaat musim penghujan. Hidden Place, ungkapan ini cocok untuk menyebutkan Wisata Pantai Alam Datuk, yang terletak di Kab. Batubara, Kota Indrapura. Tempatnya cukup jauh untuk ditempuh. Namun, jika sudah tiba di lokasi. Maka akan takjub cantiknya tempat tersebut.

Melewati perkebunan sawit dan perumahan warga sekitar, menjadi pemandangan selama perjalan. Walaupun, ini di sebut wisata pantai. Namun, karena keadaannya belum kondusif. Pengunjung tidak bisa menikmati segarnya air laut.
















Namun, jangan khawatir. Liburan akan tetap terasa menyenangkan, pihak pengelola telah menyediakan tempat-tempat untuk berfoto dengan suasana yang unik. Ada satu tempat dengan konsep suku Dayak, harga tiket masuk Rp 5.000.  Keponakan saya sangat suka berfoto di situ. Setiap masa liburan, Wisata Pantai Alam Datuk, selalu ramai pengunjung. Kebanyakan datang dari luar kota. Seperti saya, yang berasal dari Kota Kisaran. Bersama keluarga, menikmati santap siap di pinggir pantai, dengan hembusan angin yang menenangkan. Menghabiskan makanan sambil beristirahat di bawah pohon rindang.