Rabu, November 20, 2019

Cagar Budaya, Kebanggan Kota dan Bangsa

Berkas:Welcome Gate to City of Kisaran.jpg
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Welcome_Gate_to_City_of_Kisaran.jpg

Tempat tinggal akan terus melekat sebagai jati diri dari seseorang. Sebagai kampung halaman, tempat untuk berpulang, mengenang segala peristiwa yang terus terngiang di dalam pikiran. Tidak ada tempat yang lebih nyaman daripada rumah sendiri. Walaupun merasa senang pergi merantau dan menetap di tempat yang jauh. Rasa rindu akan aroma lingkungan asal, akan tetap memanggil untuk kembali.

Awak (saya) akan bercerita tentang suatu kebudayaan, yang harus diketahui, dipahami, dan tentunya dirawat. Agar tetap lestari juga terjaga hingga ke ujung masa. Sebuah kota yang indentik dengan budaya melayunya. Pernah berdirinya sebuah kerajaan, bermula pada tahun 1630. Dipimpin oleh seseorang yang bergelar Sultan hingga generasi ke sebelas. Cukup lama untuk memimpin suatu wilayah yang berdekatan dengan pesisir pantai.

Banyak suku di kota ini, ada jawa, melayu, batak, dan lain-lain. Berbagai macam kebudayaan, Alhamdulillah saat ini dapat hidup berdampingan secara damai. Indonesia Raya, Bhinneka Tunggal Ika. Seperti yang ada di Kabupaten Asahan ini. Dengan ibu kotanya Kisaran. Ada beberapa peninggalan-peninggalan terdapat di tempat ini. Benda-benda dan bangunan bersejarah, sebagian dapat dirawat dengan baik, bahkan tetap digunakan hingga kini. Namun, yang lain banyak yang terbengkalai lalu lalai dari ingatan.

Terutama untuk generasi masa kini, tidak banyak yang mengetahui sejarah dan budaya. Kabupaten Asahan terdiri dari banyak kota. Salah satunya dan menjadi pusat pemerintahan ialah Kisaran. Saat ini sudah berkembang dengan pesat, banyak pusat-pusat perbelanjaan dan adanya kampus-kampus swasta untuk tempat belajar yang nyaman.

Namun, di sisi lain, perkembangan kota Kisaran mengakibatkan sedikit demi sedikit menipisnya pengetahuan mengenai sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya. Dengan kekhasan suku melayu sebagai peninggalan kerajaan terdahulu, tidak terlihat corak-corak adanya kehadiran kisah tersebut. Sehingga, anak-anak zaman sekarang tidak banyak yang mengetahui tentang asal-muasal pendahulunya.  

Selepas berdirinya sebuah kerajaan, pada 22 Desember 1865. Belanda datang dan mulai menguasai. Di pusat Kota Kisaran, tidak dapat dijumpai bangunan-bangunan atau cagar alam bekas peninggalan Kesultanan Asahan. Namun, hingga kini banyak toko-toko yang berjejer rapi yang dulunya sudah ada semenjak pemerintahan Kolonial.


http://kisaransumatrautara.blogspot.com/2012/11/sejarah-dan-peninggalan-kota-kisaran.html
Jejak-jejak peninggalan Kesultanan Asahan cagar budaya tidak dapat ditemui. Hanya tersisa dari bekas pemerintahan kolonial. Berupa bangunan rumah sakit dan pertokoan yang hingga kini masih digunakan.

Karena pada saat pemerintahan Belanda datang, mereka membuka lahan perkebunan. Untuk melengkapi infrastruktur tersebut, mereka membangun rumah-rumah untuk para pimpinan pekerja, dan rumah sakit.

Hingga kini, lahan perkebunan tersebut masih beroperasi. Karena walaupun Belanda sudah tidak memerintah lagi, kini telah dikelola oleh penduduk asli Indonesia. Oleh sebab itu, rumah sakit tersebut juga terus digunakan hingga kini. Bangunan-bangunan tersebut memiliki ciri khas dari arsitektur Belanda.

Namun, sangat disayangkan cagar budaya peninggalan dari Kesultanan Asahan sudah tidak dapat ditemui di Kota Kisaran. Ada beberapa meriam yang masih bisa dilihat, salah satunya berada di Kota Talawi, Kabupaten Batubara. Wilayah tersebut sudah berpisah dari Kabupaten Asahan. Kisah kerajaan yang dulu pernah berjaya berdiri, semoga bisa tetap dapat disampaikan kepada anak dan cucu dikemudian hari.

Meriam datuk simuangsa 2
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/wp-content/uploads/sites/27/2015/06/Meriam-datuk-simuangsa-2.png

Walaupun cagar budayanya sulit untuk ditemui, tetapi masih ada kisah yang bisa diceritakan. Itu tetaplah sejarah yang tidak boleh dilupakan. Dan peninggalan dari masa penjajahan Belanda, berupa bangunan-bangunan tua juga merupakan saksi bisu dari kisah masa lalu. Pemerintahan sebelum adanya kemerdekaan Indonesia. Selama tujuh puluh tujuh tahun menguasi Asahan, hingga akhirnya Jepang dating, dan merebut kekuasaan.

Bangunan-bangunan tua itu juga sebagai bukti, banyaknya kisah yang sudah terjadi. Perebutan kekuasaan penjajahan, perkembangan sebuah kota kecil. Hingga kini, sudah merdeka dan mengalami banyak kemajuan.

Bukan sekedar bangunan berlantai dua atau tiga. Namun, lebih dari itu. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan untuk memerdekakan Indonesia, khususnya Kota Kisaran. Lepas dari genggaman penjajahan, agar generasi yang hidup di masa kini dan masa mendatang tidak perlu lagi hidup dalam tekanan. Bisa merdeka, hidup dengan layak dan tenang.

Perjalanan waktu yang telah dilalui menjadi pembelajaran, agar terus merawat cagar budaya yang berada di sekitar. Karena hal tersebut juga merupakan bagian dari kehidupan, dan jati diri. Mulai sekarang, para generasi masa kini, sudah saatnya untuk melestarikan kebudayaan yang dimiliki.



Jumat, November 15, 2019

Sebuah Tulisan Yang Menyentuh Hati

Photo by Lina Trochez on Unsplash

Kenyamanan merupakan hal sederhana, namun akan sulit didapat ketika situasi dan kondisi tidak mendukung atau bahkan mustahil untuk sekedar dipikir dengan logika. Semisal, dengan menegak secangkir air putih, disaat-saat tenggorokkan merasakan kehausan. Berteduh di bawah tempat yang rindang, untuk sejenak bersembunyi dari teriknya matahari. Bisa duduk bersantai di rumah beserta keluarga, pergi bersekolah dengan teman-teman seumuran, dan bisa bermain ketika sudah selesai mengerjakan tugas-tugas di rumah.

Kegiatan yang wajar untuk sehari-hari dikerjakan. Pemandangan yang sering terlihat dan umum untuk para masyarakat. Namun, setelah membaca sebuah cerpen yang ditulis oleh Mba Dyah Yuukita, perasaan sedih akan kisah yang ditulis langsung muncul. Dengan kalimat yang mudah dimengerti, para pembaca akan terbawa suasana dengan kegigihan dua orang bocah kecil dalam bertahan hidup, tanpa adanya orang tua.

Cerpen tersebut berjudul “Ikan Harapan”. Bercerita tentang seorang kakak yang berusia masih sangat muda tinggal berdua dengan adik kecilnya. Sepeninggalnya sang ibu, maka mereka harus bisa berjuang dikerasnya perlakuan orang-orang dewasa.

Pada awal kisah menceritakan bahwa, kedua kakak beradik ini suka menjajakan dagangan. Membawa kantong plastik, dan menawarkan isinya kepada orang-orang yang lewat. Berlatar belakang tempat di sebuah pinggiran anak tangga JPO. Membaca di paragraf ini sudah membuat hati bersedih. Mba Dyah turut menggambarkan suasana pada sore hari, dengan menuliskan kalimat yang menunjukkan kata-kata langit senja.

Seusia mereka seharusnya dapat bersekolah dan belajar dengan tenang. Namun, kakak beradik ini harus berjualan seharian, dan itupun tidak ada yang laku, pada hari itu. Menjajakan sekantong plastik yang berisi tisu-tisu.

Benda yang sering digunakan, juga sering boros pemakaiannya. Justru itu menjadi ladang rezeki bagi kakak beradik ini. Uang yang didapat bisa menjadi penghasilan mereka, digunakan untuk membeli makanan, juga diberikan kepada seorang preman yang selalu meminta dengan paksa hasil yang telah susah payah didapat.

Konflik pertama yang muncul dalam cerpen ini ialah, ketika mereka dihina oleh seorang pria kaya, pada saat sang adik ingin melihat ikan di sebuah rumah mewah. Latar tempat ini dijelaskan tempat tinggal yang luas, dan berpagar tinggi. Kemiskinan ini menjadi bahan celaan, bahkan sumpah serapah yang tidak berguna pun dikeluarkan, dan ditujukan kepada dua orang anak kecil itu.

Lalu, konflik kedua ketika mereka tidak berhasil menjual  dagangannya, hal itu mengharuskan mereka mendapatkan hukuman. Setoran rutin yang harus diberikan, dari hasil penjualan tisu-tisu itu. Saat sang kakak rela menggantikan adiknya untuk dipukul oleh Om gendut, sang preman tersebut. Telapak tangan mungil itu pun berubah membengkak.

Penjelasan latar waktu untuk kejadian ini, ialah menjelang malam dan pagi hari. Ketika mereka pulang setelah menjajakan dagangannya, dan saat sang kakak bangun ke esokan harinya, dan menyadari telapak tangan terasa perih dan bengkak.

Konflik ketiga dan terakhir, menjadi bagian yang sangat memilukan. Mereka berdua sampai harus meregang nyawa untuk hanya sebuah kebahagian kecil. Sang kakak sering menabung, sedikit demi sedikit. Ketika sudah dirasa cukup, ia ingin membelikan adiknya seekor ikan. Namun, hal itu menjadi petaka bagi mereka. Pria kaya yang sedari awal menghina mereka, kini menuduh dengan sembarangan. Bahwa dua bocah ini telah mencuri ikan miliknya.

Tidak cukup dengan memberikan fitnahan, pria kaya itu juga memukili mereka berdua hingga akhirnya tewas. Cerpen ini menceritakan kisah kesedihan. Dengan alur maju yang saling terhubung satu sama lain.

Penjelasan mengenai latar tempat dan waktu, benar-benar membuat membacanya sambil membayangkan setiap peristiwa yang dikisahkan. Dan hal ini membuat banyak hal yang bisa disyukuri. Beberapa orang terkadang melihat dan menganggap sesuatu sebagai hal yang kecil dan remeh. Namun, dilain pihak merupakan kegiatan mewah dan menyenangkan hati.

Oleh sebab itu, beryukurlah atas apa yang dimiliki saat ini. Tidak perlu mengeluh, semua sudah ada batas dan porsinya masing-masing. Terimakasih untuk tulisannya Mba Dyah. Nah, masih banyak kisah-kisah menarik lainnya. Langsung saja kepoin di www.ngodop.com, lalu klik menu lakon, ada cerpen-cerpen super keren di situ. Selamat membaca!

Rabu, November 06, 2019

Rumah Yang Hangat

Awalnya hanya tahu menulis. Tidak terarah juga menempatkan kata semaunya. Tanpa pernah berpikir, bahwa tulisan indah akan lebih menyenangkan dan sampai ke hati dengan baik. Penempatan kalimat yang tidak karuan, sangat acak-acakan. Ibarat sebuah rumah, perabotan yang ada di dalamnya diletakkan begitu saja.

Beberapa waktu lalu, mengenal sebuah komunitas. Selama dua bulan, banyak yang telah dipelajari. Salah satunya ialah genre dalam menulis. Tantangan demi tantangan dilakukan, mencoba segala macam tulisan. Selalu bertanya dalam diri, mampukah? Mengingat semua yang diberikan, baru pertama kali mengetahui. Dengan dukungan teman-teman se-tim, yang tiada henti menyemangati dan saling mengingatkan, Alhamdulillah, bisa terselesaikan.

Melalui tantangan-tantangan tersebut, ternyata menyadari bahwa diri ini sangat menyukai puisi. Nyaman dengan genre ini, bait-bait yang tersusun dapat menyampaikan sebuah pesan. Yang cukup rumit jika langsung disampaikan. Adanya diksi, rumah yang tadinya berantakan, mulai rapih tertata. Perkata dapat bermakna, tidak lagi tergeletak begitu saja.

Dan komunitas ini, seperti rumah untuk menetap. Bukan persinggahan apalagi hanya sekedar perjumpaan. One Day One Post, begitulah namanya, sebuah komitmen yang tertanam dalam diri. Agar konsisten dalam memilih jalur ini. Yaitu menjadi penulis yang baik dan benar, juga dapat bertahan dengan derasnya gelombang kemalasan. Yang siap menghampiri kapan saja dan dimanapun berada.

Seperti rumah, maka orang-orang yang terlibat di dalam komunitas ODOP ini, juga seperti sebuah keluarga. Saling bertegur sapa, walau hanya sebatas dunia maya. Namun, semoga kelak bisa berjumpa dan bercanda tawa bersama dengan nyata.

Tetapi, ilmu yang telah diraih benar adanya. Sangat memuaskan untuk orang seperti saya yang butuh banyak pelajaran. Semoga komunitas ODOP tetap berlangsung, menjadi sebuah rumah yang mencetak banyak penulis-penulis berbakat. Meramaikan dunia literasi di Indonesia. One Day One Post.

Minggu, November 03, 2019

Mengenal Seorang Penulis

Semakin dekat dengan ujung perjumpaan, tinggal beberapa jam lagi untuk saling bercengkrama di sebuah grup, yang berisikan penulis-penulis hebat. Berkarya melalui literasi, tulisan-tulisan yang menggugah hati. Membiasakan menulis, agar niat tetap stabil dan konsisten.

Salah satu penulis hebat itu adalah Nio Zaharani, wanita cantik nan solehah. Mengawali karyanya dalam literasi saat mendapatkan tugas menulis catatan harian, pada pelajaran bahasa Indonesia sewaktu sekolah menengah pertama dulu. 
Sesuatu dimulai dari hal kecil, namun, jika tekun dan selalu giat dalam mengerjakannya maka akan membuahkan hasil.


Tapi, mba Nio ini juga jago menggambar. Salah satu kegemarannya membuat komik. Tidak jauh-jauh dari literasi, seni yang juga selalu mendampingi. Mengembangkan bakat yang dimiliki, akan memberikan dampak positif. Mengeluarkan sisi terdalam dalam diri, ternyata menghasilkan hal-hal yang tidak pernah disangka.

Bermula dari membuat komik hingga kini aktif menulis. Lahir  pada 19 Oktober 1988, bertempat tinggal di Kota Nganjuk, Jawa Timur. Untuk genre tulisan, Mba Nio menyukai fiksi. Dengan cerita-cerita fantasi ataupun berbau misteri. Kisah-kisah seperti itu memang selalu menimbulkan rasa penasaran. 


Saat ini Mba Nio lagi berproses dalam penerbitan buku antologinya. Wah hebat, karya-karyanya semakin bisa dinikmati. Beberapa hal yang bisa dipelajari dari dirinya yaitu, mengembangkan bakat dan tidak pernah takut dalam mencoba segala hal. Dan itu terbukti, apapun yang diminati, jika selalu ditekuni dan dilakukan dengan giat maka akan mencetak hasil yang luar biasa. Untuk lebih dalam mengenal Mba Nio bisa kepoin situs blognya, https://galerinio.blogspot.com.

Semoga berakhirnya ODOP (One Day One Post) Batch 7 ini, semakin memupuk rasa cinta yang dalam terhadap dunia menulis. Dan menghasilkan semakin banyak penulis-penulis yang hebat. Sukses terus untuk Mba Nio, sukses dunia literasi, dan kita semua.

Sabtu, November 02, 2019

Keyboard Biru (Akhir)

Photo by Nhu Nguyen on Unsplash
(Akhir)

Menimbang-menimbang
Dalam hati yang bimbang
Sudah ada kehendak yang ditetapkan

Setelah beberapa hari, pikiran selalu berkutak dengan pilihan-pilahan. Rancu dengan hasrat yang singgah silih berganti. Sebentar-sebentar memilih yang itu, sebentar-sebentar  memilih yang ini. Beberapa waktu yang lalu, angan tidak menentu. Lalu mencoba untuk memilah, mana yang lebih dulu untuk dipenuhi.

Memilah mana yang memiliki kemanfaatan dalam waktu berkepanjangan. Tatanan keperluan bukan hanya untuk seorang, apalagi hanya sebenda. Rezeki yang diperoleh hari ini, harus digunakan dengan baik. Membuang jauh-jauh jeri yang setia singgah. Berupaya menghanyutkan asa dalam hasrat tak berarah.

Menyukai musik dan senatiasa ingin mendengarkannya. Maka, kedua benda itu bisa memenuhinya. Untuk belajar, membuat gambar, berpraktek sesuai kejuruan, hanya satu yang sesuai kriteria. Ketika dimasa depan ada sebuah hal yang tetap terpakai. Tidak lekang oleh waktu, setiap waktu juga dapat digunakan saat perlu ditemu.

Keefektifan dan efisiennya penggunaan, penting untuk diperhitungkan. Terkadang asa yang menggebu-gebu, hanya bertahan disaat-saat tertentu. Saat tidak sesuai harapan lagi, menyesal pun kemudian.

Pengar hati mulai terasa, maka untuk mengakhirinya. Menetapkan pilihan, yang sudah lama dinanti. Dengan penuh keyakinan dan kemantapan, memberitahukan kepada kedua orang tua, bahwa laptop adalah benda yang lebih perlu untuk dimiliki.

Handphone, hanya keinginan bukan kebutuhan. Yang suatu saat nanti bisa dipenuhi. Untuk saat ini, mensyukuri apa yang telah dimiliki. Bisa berkomunikasi, mendengarkan radio yang mengalunkan lagu-lagu dari band favorit sudah cukup menghilangkan kejenuhan. Jika ingin mendengarkan musik yang lebih banyak lagi, akan dilakukan melalui laptop.

Dan, Alhamdulillah. Keputusan itu, hingga kini tidak pernah disesali. Justru akan kecewa jika tidak memilihnya. Karena, benar adanya, dapat memberikan banyak manfaat. Dibeli sesuai warna kesukaan, biru, namun kini lebih gelap. Tidak tersedia yang lebih muda.

Dapat menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Mengulang pelajaran di rumah dengan lebih mudah. Huruf-huruf terketik dengan lancar. Bahkan sampai lulus sekolah, masih dapat digunakan. Saat kuliah, terutama ketika semester akhir. Menyelesaikan skripsi menjadi hal yang menentukan. Namun, adanya laptop tidak perlu lagi bimbang dan bersusah payah. Kapanpun dan dimanapun, bisa menyelesaikannya.

Tombol-tombol manis, yang tidak akan pernah berhenti untuk bertemu dengan ujung jari-jemari. Menghasilkan kata-kata yang berjejer memanjang, dan membentuuk tulisan bermakna. Huruf-hururf disusun dengan sedemikian rupa, agar tidak ada yang salah.

Tombol-tombol manis, melekat dan menyatu di mesin elektronik. Dengannya, menyelesaikan kalimat yang tak karuan, menjadi penyambung harapan.

Keyboard Biru (4)

Photo by Nhu Nguyen on Unsplash
(4)
Layarnya sebesar 14 inch, sangat luas untuk memandang. Tidak seperti handphone yang sangat kecil. Secara kegunaannya, laptop memiliki banyak hal yang bisa dimanfaatkan. Memasuki 2010 menggunakan komputer atau sejenisnya sudah banyak digandrungi. Untuk kebutuhan perkantoran ataupun pribadi. Processor Pentium dual core merupakan perangkat tercanggih pada saat itu.

Tugas merupakan amanah dari guru untuk dilakukan. Beresiko dihukum jika tidak selesai pada waktunya. Apalagi si Uci masuk ke dalam sekolah kejuruan, yang sudah pasti banyak melakukan kegiatan praktek mengenai bidang komputer.

Fasilitas di sekolah sangat memadai untuk proses belajar murid-murid. Tersedia laboratorium desain grafis, laboratorium jaringan, laboratorium untuk komputer dasar. Begitu juga dengan jurusan-jurusan lainnya. Masing-masing memiliki fasilitas yang lengkap sesuai bidangnya. Namun, yang menjadi kebingungan ialah, ingin memiliki laptop dan juga handphone sekaligus.

Pada saat itu, merasa keduanya merupakan kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi. Pada saat, di sekolah, bisa memanfaatkan fasilitas yang ada, jika ada tugas selesai jam belajar, maka harus pergi ke warnet untuk menyelesaikannya. Biaya untuk ke warung internet memang cukup murah. Sesuai dengan uang saku anak-anak sekolah.

Dulu, pemakaian warnet selama satu jam, dikenai tarif Rp 3.000. Jika dua jam Rp 5.000, bisa mendapatkan diskon. Ketika selesai menyusun materi tugas, maka akan segera dicetak dan dibuat dalam bentuk kliping. Ada perasaan antusias, ketika membuat label nama. Menggunakan fasilitas Word Art pada aplikasi Microsoft Word, memilih bentuk-bentuk tulisan yang berwarna-warni, berbagai macam bentuk.

Agar label nama terlihat menarik. Biaya mencetak dokumen juga cukup murah. Dibedakan berdasarkan, isi setiap satu halaman. Jika terdapat gambar, maka harganya Rp 1.000, jika tidak ada maka Rp 500. Dan terkadang sering dibantu oleh penjaga warnet, jika ada kesulitan saat mencari materi. Atau bahkan jika koneksi internet sedikit terganggu.

Perbedaan harga terletak pada tinta yang digunakan. Untuk mencetak halaman yang terdapat gambar, maka menggunakan cartridge warna yang jika rusak akan memakan biaya yang mahal. Oleh sebab itu, ongkosnya tidak sama. Namun, letak warnet yang cukup jauh dari rumah, juga menjadi salah satu kendala saat ingin menyelesaikan tugas.

Kebingungan pun semakin menjadi-jadi. Antara laptop dan handphone hanya boleh memilih salah satu.

Ketika hati menginginkan ini
Namun juga menginginkan itu
Hanya boleh satu
Dua dan tiga tak ada
Bingung menetap dan selalu menghampiri