Kamis, Oktober 24, 2019

Memilah dan Memilih

Photo by Jon Tyson on Unsplash
Dalam hidup ada banyak pilihan, menahan atau meluapkan. Mengingat atau melupakan. Memaafkan atau membenci. Pola pikir yang mempengaruhi, saat-saat pengambilan sebuah keputusan. Untuk masa depan yang tenang dalam melaluinya. Ada baiknya, bahkan sudah seharusnya sebelum melangkah, mencerna dengan seksama, hal-hal yang bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Kerap kali orang-orang menyesal dengan yang terjadi saat ini. Bahkan sebenarnya, hal itu bisa terjadi karena keputusan yang diambil pada masa lalu. Sebab dan akibat. Semuanya saling terhubung, menyatu dan melekat.

Tidak dipisah, bahkan tak kuasa untuk memisah. Maka, tak perlu disesali yang sudah terjadi. Ambil hikmahnya, petik pelajarannya. Ada pengalaman yang dapat dijadikan pedoman untuk melangkah ke depan. Semua hal sudah menjadi kuasa-Nya, menerima takdir dengan lapang hati. Namun, bukan berarti sedari awal berpasrah diri. Ingat, selalu ada pilihan. Ingin menjejakkan kaki yang mana terlebih dahulu, kanan atau kiri. Maju ke depan atau mundur ke belakang. Bahkan, jika hanya mau diam di tempat.

Pilih-pilih dalam kehidupan. Memilah, mana yang akan dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. Jika tersakiti, pilihan terbaik ialah tidak meneruskan perbuatan itu. Dengan tidak turut menyakiti kembali. Kendalikan diri, agar tidak terjebak dalam hal-hal yang merugi. Apalagi sampai menyimpan dendam hingga menyesakkan.

Pikiran kusut akan selalu menjelma, dan datang menyulitkan.  Mengganggu hari yang menyenangkan, cuaca cerah akan teras kelabu. Tertekuk tungkuk, wajah mengkerut, menghela nafas sepanjang waktu. Pilihlah untuk segera meninggalkan hal itu.

Tergores hati dengan banyak tingkah yang menyebalkan. Sulit menahan diri dari rasa membenci. Atau sedih yang berkepanjangan. Selalu dirundung tangisan, kecewa yang tak pernah padam. Walau seiring waktu berlalu, tak kunjung lepas, terus membekas.Memaku ke dalam sukma terdalam. Perih yang tak tertahankan.

Fitrahnya manusia untuk merasakan. Namun, kembali lagi pada pilihan. Memaafkan atau menghimpun amarah hingga sedalam lautan. Itulah hati, setipis kaca, seluas jagat raya, atau sekeras besi yang tak bisa dibengkokkan.

Ingin terus terperangkap dalam pikiran yang menyiksa, atau segera melupakan. Walaupun sulit, tapi pasti bisa untuk dilakukan. Nikmati setiap proses yang dijalani. Dalam proses memaafkan itu, akan banyak hal-hal baru yang akan ditemu. Jika terjatuh bangkit kembali, langkah kaki tertatih lebih baik daripada terhenti.

Jika diri yang menyakiti hati lain. Pintalah maaf. Secara sadar atau tidak. Sengaja atau tidak. Terlihat luka sudah menganga. Pedih yang tak terkira. Obati dengan penyesalan, balut dengan tindakan yang menyenangkan. Segala perbuatan akan berdampak pada diri sendiri dan orang lain. Bijak dalam bertindak maupun berkata.

Tinggal di bumi ini tidak hanya diri seorang. Banyak manusia dan makhluk hidup lain, beratapkan langit yang sama, berpijak di tanah yang sama.Tersadar akan sebuah pilihan, lebih baik memilih untuk memberi kebahagiaan. Menebarkan kebaikan jauh lebih indah untuk dilakukan. Meminta maaf suatu wujud bentuk kesadaran, bahwa sudah melakukan kesalahan.

Tetap ada sebuah pilihan dalam genggaman. Jika tersakitilebih baik memilih untuk tidak lanjut menyakiti. Dan yang lebih dahulu menyakiti, pilih untuk berhenti. Tidak ada manfaatnya jika terus mengulang hal yang sama.

Dalam hidup ada dua pilihan. Memilih menjadi orang baik, atau menjadi lebih baik. Dua puluh empat jam sehari, mari selalu diisi dengan kesabaran dan keikhlasan. Berusahalah untuk memaafkan yang menyakitkan, hentikan tindakan yang merugikan. Nikmati setiap proses yang terjadi, mudah atau pun sulit. Itulah hidup, tersedia beribu-ribu pilihan. Pilihlah jalan yang dapat mengantarkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebelumnya
Selanjutnya

0 komentar: