Photo by Lina Trochez on Unsplash |
Kenyamanan
merupakan hal sederhana, namun akan sulit didapat ketika situasi dan kondisi
tidak mendukung atau bahkan mustahil untuk sekedar dipikir dengan logika.
Semisal, dengan menegak secangkir air putih, disaat-saat tenggorokkan merasakan
kehausan. Berteduh di bawah tempat yang rindang, untuk sejenak bersembunyi dari
teriknya matahari. Bisa duduk bersantai di rumah beserta keluarga, pergi
bersekolah dengan teman-teman seumuran, dan bisa bermain ketika sudah selesai
mengerjakan tugas-tugas di rumah.
Kegiatan yang
wajar untuk sehari-hari dikerjakan. Pemandangan yang sering terlihat dan umum
untuk para masyarakat. Namun, setelah membaca sebuah cerpen yang ditulis oleh
Mba Dyah Yuukita, perasaan sedih akan kisah yang ditulis langsung muncul. Dengan
kalimat yang mudah dimengerti, para pembaca akan terbawa suasana dengan
kegigihan dua orang bocah kecil dalam bertahan hidup, tanpa adanya orang tua.
Cerpen tersebut
berjudul “Ikan Harapan”. Bercerita tentang seorang kakak yang berusia masih
sangat muda tinggal berdua dengan adik kecilnya. Sepeninggalnya sang ibu, maka
mereka harus bisa berjuang dikerasnya perlakuan orang-orang dewasa.
Pada awal kisah
menceritakan bahwa, kedua kakak beradik ini suka menjajakan dagangan. Membawa
kantong plastik, dan menawarkan isinya kepada orang-orang yang lewat. Berlatar
belakang tempat di sebuah pinggiran anak tangga JPO. Membaca di paragraf ini
sudah membuat hati bersedih. Mba Dyah turut menggambarkan suasana pada sore
hari, dengan menuliskan kalimat yang menunjukkan kata-kata langit senja.
Seusia mereka
seharusnya dapat bersekolah dan belajar dengan tenang. Namun, kakak beradik ini
harus berjualan seharian, dan itupun tidak ada yang laku, pada hari itu. Menjajakan
sekantong plastik yang berisi tisu-tisu.
Benda yang
sering digunakan, juga sering boros pemakaiannya. Justru itu menjadi ladang
rezeki bagi kakak beradik ini. Uang yang didapat bisa menjadi penghasilan
mereka, digunakan untuk membeli makanan, juga diberikan kepada seorang preman
yang selalu meminta dengan paksa hasil yang telah susah payah didapat.
Konflik pertama
yang muncul dalam cerpen ini ialah, ketika mereka dihina oleh seorang pria kaya,
pada saat sang adik ingin melihat ikan di sebuah rumah mewah. Latar tempat ini
dijelaskan tempat tinggal yang luas, dan berpagar tinggi. Kemiskinan ini
menjadi bahan celaan, bahkan sumpah serapah yang tidak berguna pun dikeluarkan,
dan ditujukan kepada dua orang anak kecil itu.
Lalu, konflik
kedua ketika mereka tidak berhasil menjual
dagangannya, hal itu mengharuskan mereka mendapatkan hukuman. Setoran
rutin yang harus diberikan, dari hasil penjualan tisu-tisu itu. Saat sang kakak
rela menggantikan adiknya untuk dipukul oleh Om gendut, sang preman tersebut.
Telapak tangan mungil itu pun berubah membengkak.
Penjelasan latar
waktu untuk kejadian ini, ialah menjelang malam dan pagi hari. Ketika mereka
pulang setelah menjajakan dagangannya, dan saat sang kakak bangun ke esokan
harinya, dan menyadari telapak tangan terasa perih dan bengkak.
Konflik ketiga dan
terakhir, menjadi bagian yang sangat memilukan. Mereka berdua sampai harus
meregang nyawa untuk hanya sebuah kebahagian kecil. Sang kakak sering menabung,
sedikit demi sedikit. Ketika sudah dirasa cukup, ia ingin membelikan adiknya
seekor ikan. Namun, hal itu menjadi petaka bagi mereka. Pria kaya yang sedari
awal menghina mereka, kini menuduh dengan sembarangan. Bahwa dua bocah ini
telah mencuri ikan miliknya.
Tidak cukup
dengan memberikan fitnahan, pria kaya itu juga memukili mereka berdua hingga
akhirnya tewas. Cerpen ini menceritakan kisah kesedihan. Dengan alur maju yang
saling terhubung satu sama lain.
Penjelasan
mengenai latar tempat dan waktu, benar-benar membuat membacanya sambil
membayangkan setiap peristiwa yang dikisahkan. Dan hal ini membuat banyak hal
yang bisa disyukuri. Beberapa orang terkadang melihat dan menganggap sesuatu
sebagai hal yang kecil dan remeh. Namun, dilain pihak merupakan kegiatan mewah
dan menyenangkan hati.
Oleh sebab itu,
beryukurlah atas apa yang dimiliki saat ini. Tidak perlu mengeluh, semua sudah
ada batas dan porsinya masing-masing. Terimakasih untuk tulisannya Mba Dyah.
Nah, masih banyak kisah-kisah menarik lainnya. Langsung saja kepoin di www.ngodop.com, lalu klik menu lakon, ada
cerpen-cerpen super keren di situ. Selamat membaca!
Auto pengen baca cerpen nya๐
BalasHapusyukk
HapusWahh setelah membaca ulasan ini, saya ikutan sedih ๐ Terima kasih sudah mau mengulas cerpen saya ๐
BalasHapusterimakasih juga untuk cerpennya mba..kisahnya bagus
HapusWah. Aku pun terharu. Aku mau baca juga^^
BalasHapusok mba
HapusKebahagiaan yang terbawa mati ๐ญ๐ญ๐ญ
BalasHapusSiap mba ..aku otw ngunjungin blognya
Hapus