Selasa, Desember 10, 2019

Mulai Dari Diri Sendiri

Photo by Danielle MacInnes on Unsplash

Saat masih muda banyak hal yang membuat rasa ingin tahu selalu berkobar di dalam dada. Penasaran akan mencari segala pengalaman baru, teman-teman baru, tempat yang baru, komunitas-komunitas sehobi dan sepemikiran. Jiwa muda adalah waktunya untuk mengeksplor dan mengembangkan seluruh bakat dan minat yang ada di dalam diri. Pengawasan oran tua tetap harus ada pastinya. Karena para remaja kerap kali selalu mencoba hal-hal yang memacu adrenalinnya tanpa memikirkan akibat dari perbuatan.

Kegiatan-kegiatan positif nan menyehatkan jiwa dan raga harus didukung. Selepas sekolah, h kuliah atau bekerja seringnya menghabiskan waktu dengan teman-teman seumuran. Misalnya pergi membaca buku di perpustakaan umum, membuat kerajinan tangan sederhana namun dapat bermanfaat, lalu membeli perlengkapan alat tulis sambil bercanda dengan teman-teman. Sangat menyenangkan. Hal yang wajar dilakukan saat usia remaja.

Namun, berbeda dengan Mimi. Seorang peran utama dalam cerita pendek yang ditulis oleh Dadang Ari Murtono dengan judul Mimi Dan Bayangannya. Sangat pemalu, lebih suka menyepi dikesendirian, merasa asyik dengan dunia miliknya sendiri. Usianya masih dua puluh dua tahun, masih sangat muda dan penuh semangat untuk mencoba banyak hal baru yang baik juga benar tentunya. Tetapi Mimi tidak memiliki stok kepercayaan diri yang cukup untuk menghadapi dunia luar.

Berdiam diri di kost menjadi hal ternyaman yang bisa ia lakukan. Ibunya selalu memberikan uang yang cukup untuk kebutuhannya sehari-hari. Untuk membeli makanan pun tidak perlu repot-repot pergi jauh, cukup menelepon layanan pesan antar makanan, maka sudah dapat tersedia jika perutnya mulai lapar. Rasa khawatir sering kali menghampiri sang ibu, bahkan selalu menasehati sambil berurai mata agar anaknya mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, bisa memiliki teman. Tidak akan kesepian.

Akan tetapi, Mimi juga sangat nyaman dengan pola hidupnya saat ini. Dengan kesendirian, sehari-hari ia hanya menghabiskan waktu bermain game, menggunakan akun palsu untuk menjelajah di media sosial. Sama sekali tidak memiliki rasa keberanian untuk menunjukkan jati dirinya. Ia merasa rendah diri dengan penampilan, khususnya di bagian wajah.

Selalu merasa kurang baik, bahkan tidak secantik ibunya. Karena Mimi banyak berdiam diri, maka latar tempat diceritakan banyak di dalam kost yang ditinggali oleh sang tokoh utama tersebut. Penjelasan yang cukup untuk menggambarkan kepribadian para pemeran yang ada di dalam cerita itu. Sang ibu yang sangat menyayangi anaknya, tanpa memikirkan keadaan fisik.

Apapun bentuk dan keadaan dari sang buah hati yang telah dilahirkan, hanya akan memberikan kebahagiaan pada seorang ibu. Pesan dari kasih sayang tanpa pamrih dapat diterima dengan jelas melalui cerita pendek ini. Dan tentu saja kepribadian Mimi yang tidak mempunyai kepercayaan diri. Lebih memilih untuk menyendiri.

Konflik sudah sangat terasa saat di permulaan cerita. Saat sang ibu menelepon dan memaksa menyuruh Mimi untuk keluar dari kamar kost, untuk memulai berteman dengan orang-orang. Dengan perasaan yang enggan ia coba untuk menuruti perintah ibunya. Bersiap-siap untuk berdandan, dan melihat tubuh kurusnya di depan cermin, dan wajah yang menurutnya tidak cantik.

Kejadian aneh pun terjadi, ia melihat bayangannya sendiri yang ada di cermin. Bergerak ke sana dan kemari. Mencoba mengambil pakaian di dalam lemari dan mengenakannya. Hal-hal ganjil pun terus berlanjut. Di cermin itu ia melihat keadaan di jalanan, yang berada di luar lingkungan kost tempat ia tinggal. Banyak kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan menimpa si bayangan itu. Alur tempat mulai berpindah ke luar kamar kost milik sang tokoh utama.

Tidak sampai satu jam, hal-hal buruk terjadi. Tubuh asli Mimi mematung menyaksikan seluruh peristiwa itu. Perasaan takut untuk keluar rumah kembali menghampirinya, ia tidak pernah berani menghadapi dunia. Dia bahkan belum mencoba untuk pergi dan mencoba berteman dengan orang-orang.

Cerita pendek ini sangat rinci dalam menjabarkan setiap alur yang mudah dipahami, melalui cerita dari Dadang Ari Murtono ini cukup mengisyaratkan kehidupan anak-anak remaja, yang suka merasa bahwa dirinya selalu memiliki kekurangan. Khususnya paras yang dirasa tidak sempurna, bahkan buruk pikirnya.

Di dunia ini memang tidak adil ada orang jahat atau berperilaku buruk. Namun, juga sangat banyak orang-orang baik yang bisa menerima keadaan kita, dan bersedia membantu tanpa pamrih. Maka ubahlah dulu pemikiran negatif menjadi positif, maka lingkungan sekitar pun akan berubah indah. Tidak seburuk yang dipikirkan. Apalagi saat usia masih muda, jangan disia-siakan. Lakukanlah hal-hal yang baik dan benar, membanggakan agama, orang tua dan juga agama.


Sebelumnya
Selanjutnya

0 komentar: